Dikabarkan bahwa saat ini pemerintahan Amerika Serikat (AS) terancam dapat mengalami shutdown atau penutupan sementara akibat kehabisan anggaran. Negeri Paman Sam ini dikatakan juga terancam mengalami krisis finansial. Oleh karenanya Menteri Keuangan AS Janet Yellen meminta Kongres AS untuk menaikkan batas utang untuk menghindari hal tersebut.
Batas utang atau sering disebut plafon utang merupakan seberapa besar pemerintah AS diizinkan untuk berutang guna memenuhi kewajibannya, termasuk di dalamnya untuk jaminan sosial, tunjangan kesehatan masyarakat, pembayaran bunga utang, serta kewajiban lainnya.
Berdasarkan data dari Statista, per Agustus lalu, Amerika Serikat memiliki nilai utang sebesar US$ 28,427 triliun atau sekitar Rp 403.663 triliun (dengan kurs Rp 14.200/dolar AS). Nilai utang yang dimiliki oleh AS ini nyaris sama dengan bulan sebelumnya, namun terbilan turun cukup jauh bila dibandingkan dari bulan Juni yang sebesar US$ 28,529 triliun atau sekitar Rp 405.111 triliun, yang artinya turun sekitar Rp 1.448 triliun.
Namun, jika melihat data dari US Debt Clock, yang melihat posisi real time, utang AS saat ini mencapai US$ 28,781 triliun atau sekitar Rp 408.690 triliun. Jika dibandingkan dengan produk domestik bruto (PDB), utang tersebut sebesar 125% dari PDB Negara tersebut.
Nilai utang itu juga sekitar 70 kali dibandingkan dengan Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia. Bank Indonesia (BI) pada pekan lalu melaporkan ULN Indonesia per akhir Juli sebesar US$ 415,7 miliar atau sekitar 5.902,94 triliun (dengan kurs Rp 14.200/dolar AS).
Sementara nilai utang AS jika dirupiahkan sebesar Rp 408.690 triliun! Padahal batas utang Amerika Serikat saat ini sebenarnya sebesar US$ 28,4 triliun Rp 403.200 triliun, yang artinya nilai utang yang dimiliki AS saat ini sudah melebihi ambang batas mereka.
Yellen mengatakan Amerika Serikat akan mengalami gagal bayar (default) untuk yang pertama kalinya jika batas tersebut tidak dinaikkan.
Sumber Foto : Detik