Hibah untuk pondok pesantren dari Pemprov Banten yang nilainya ratusan miliar jadi bancakan oknum pimpinan ponpes hingga tidak ada pertanggungjawabannya oleh Forum Silaturahmi Pondok Pesantren (FSPP) sebagai penerima dan penyalur. Kerugiannya negara bahkan mencapai Rp 70,7 miliar dari hibah tahun 2018 Rp 66 miliar dan 2020 Rp 117 miliar.
Korupsi di yang melibatkan lingkungan pesantren ini sempat membuat geger tanah jawara yang sering disebut-sebut daerah agamis religius. Ada lima orang jadi terdakwa di meja hijau yaitu Irvan Santoso eks Kabiro Kesra Pemprov Banten, Toton Suriawinata Kabag Sosial dan Agama di Biro Kesra, Epieh Saepudin pimpinan pondok pesantren di Pandeglang, Tb Asep Subhi pimpinan Ponpes Darul Hikam Pandeglang, dan Agus Gunawan selaku honorer di Biro Kesra.
Di dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU), terdakwa Irvan dan Toton rupanya tidak melakukan tahapan evaluasi, verifikasi, persyaratan administrasi, survei hingga kelayakan besaran uang hibah Pemprov Banten pada 2018. Terdakwa juga dinilai tidak cermat terhadap pengajuan pencairan dana hibah sehingga penerima tidak sesuai dengan kriteria dan persyaratan yang telah ditentukan.
Hibah 2018 yang nilainya Rp 66 miliar lebih juga tidak memiliki pertanggungjawaban laporan keuangannya oleh FSPP. Ormas ini adalah penerima hibah sekaligus penyalur yang diamanatkan oleh Pemprov Banten.
Dikatakan JPU, terdakwa Irvan dan Ketua FSPP KH Matin Djawahir menandatangani NPHD atau naskah perjanjian hibah daerah pada Mei 2018. Sekjen FSPP bernama Ali Mustofa kemudian mengajukan proposal pencairan kepada gubernur Banten di mana hibahnya digunakan untuk operasional FSPP Rp 3,8 miliar dan 62 Miliar untuk dibagikan ke 3.122 pesantren.
Pencairan itu pun oleh terdakwa Toton rupanya tidak diteliti dengan cermat dan malah menyetujui nilainya sebagaimana usulan FSPP. Padahal, seharusnya FSPP tidak dapat diberikan rekomendasi hibah. Organisasi ini pun katanya adalah ormas dan bukan pondok pesantren yang berhak menerima hibah.
Sumber Foto : BeritaSatu