Menurut Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) untuk membedakan hilal yang asli dengan bulan biasa yakni dengan melihat bentuk bulan sabit awal berupa huruf U dengan posisi menghadap titik matahari. Sebaliknya, jika berupa huruf N atau dengan posisi miring, maka itu bukan hilal tetapi hanya berupa pandangan atau bentukan cahaya.
Hilal bisa dilihat setelah terjadinya konjungsi di arah dekat matahari terbenam yang menjadi acuan permulaan bulan dalam penanggalan kalender Islam.
Untuk kriteria penentuan awal bulan hijriah, LAPAN menekankan untuk memerhatikan faktor ketampakan atau visibilitas hilal yakni elongasi bulan menjadi 6,4 derajat dan tinggi bulan minimal 3 derajat.
LAPAN menggunakan waktu Indonesia Barat sebagai rujukan lantaran beda waktu antara Indonesia Barat dan wilayah paling Timur menyebabkan perbedaan tinggi hilal hingga 3 derajat..
Ada juga kriteria lain yang diperhatikan untuk menentukan hilal salah satunya faktor cuaca. Dianjurkan melakukan pengamatan dari tempat tanpa penghalang (pohon atau gedung) arah pandang ke arah barat. Titik terbenamnya matahari akan menjadi acuan untuk melihat hilal karena posisinya tidak jauh dari titik tersebut.
Apabila hilal terlihat beberapa saat setelah magrib (qobla ghurub), maka petangnya akan ditetapkan sudah masuk 1 Syawal. Tapi jika perukyat tidak melihat hilal, maka petang ini dinyatakan sebagai malam 30 Ramadhan dan keesokan petangnya baru ditetapkan sebagai 1 Syawal.
Sumber Foto : Kompas.com