Perdagangan kripto yang semakin marak di Indonesia menjadi perhatian serius bagi para anggota DPR. Wakil Ketua Komisi III, Sahroni, menyoroti potensi penyalahgunaan kripto dalam tindak pidana. Dengan nilai transaksi yang mencapai triliunan rupiah, kripto dinilai lebih rentan terhadap pencucian uang dan tindak pidana lainnya dibandingkan transaksi judi online.
Kemudahan transaksi kripto menjadi salah satu faktor utama yang membuatnya menarik bagi para pelaku kejahatan. Transaksi kripto dapat dilakukan dengan cepat dan anonim melalui perangkat seluler, tanpa memerlukan verifikasi identitas yang ketat. Hal ini memungkinkan pelaku kejahatan untuk menyembunyikan jejak transaksi mereka.
Anggota Komisi III lainnya, Bambang Soesatyo, juga mengungkapkan kekhawatirannya terhadap potensi penyalahgunaan kripto. Ia mencontohkan kasus pencucian uang di Bali, di mana kripto digunakan sebagai alat untuk memindahkan dana secara ilegal. Para turis asing, terutama setelah perang Rusia-Ukraina, banyak memanfaatkan kripto untuk membeli aset properti di Bali.
Bamsoet menyoroti potensi kripto digunakan sebagai alat suap. Nilai kripto yang terus meningkat membuatnya menjadi alat pembayaran yang menarik bagi para koruptor. Dengan menggunakan kripto, sulit bagi penegak hukum untuk melacak aliran dana suap.
Untuk mengatasi masalah ini, para anggota DPR mendorong Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk meningkatkan pengawasan terhadap transaksi kripto. PPATK perlu mengembangkan sistem pelacakan yang lebih canggih untuk dapat mendeteksi dan mencegah tindak pidana yang melibatkan kripto. Selain itu, perlu juga dilakukan sosialisasi kepada masyarakat mengenai risiko penyalahgunaan kripto agar masyarakat lebih waspada.
Sumber: tangselpos.id
Sumber foto: Justin Tallis/AFP/Getty Images